Kamis, 22 April 2010

MEMBANGUN KELUARGA BAHAGIA

Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, semua orang akan mengatakan sama, berharap langgeng sampai akhir hayat. Bahkan kalau Allah berkenan, berharap perjalanan biduk terus bisa berjalan sampai kelak di akhirat, sehingga dapat bersama mengarungi bahtera indahnya kehidupan di Surga-Nya. Namun dalam alam nyata tidak setiap orang mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga. Ada sebagian orang yang terpaksa atau mesti ikhlas kehilangan atau berpisah dengan orang yang dicintainya manakala rumah tangga belum lama berjalan atau masih berada di tengah lautan cinta. Ada hal-hal tertentu yang tak mungkin bagi keduanya untuk terus dilanjutkan kebersamaan. Berpisah menjadi jalan terbaik daripada semakin tidak karuan. Walaupun sebagian ada juga yang berpisah karena takdir-Nya yaitu ada satu pihak yang meninggalkan dunia fana ini lebih dahulu dibanding yang lainnya.
Di sinilah setiap yang berumah tangga dituntut paham betul bahwa ada banyak hal yang bisa mengancam keutuhan rumah tangga selama diarungi dan dilayari. Mulai sifat, sikap, perilaku, pemahaman agama, hingga hadirnya orang ketiga. Pemahaman seperti ini akan dapat membuat kita lebih berhati-hati dalam bersikap dan berperilaku terhadap pasangan. Jangan sampai apa yang kita lakukan membuat pasangan kecewa, marah, yang pada akhirnya membuatnya menceraikan kita atau meminta cerai kepada kita.

SIFAT DAN PERILAKU
Dalam kaitan dengan hal ini, banyak sifat dan perilaku yang bisa membuat suami atau istri kecewa. Seperti sifat pemarah atau temperamental (baik suami maupun istri). Dalam hal ini kalau suami maupun istri memiliki sifat seperti itu akan bisa membuat pasangannya tak suka, dan pada akhirnya tak tahan. Sifat lain, umpamanya pencemburu berat, sangat manja, suka su’uzhan, tidak taat pada suami, suka mengungkit-ungkit masa lalu, suka bermaksiat dan lain sebagainya.
Banyak keluarga yang bisa kita jadikan ibrah dalam hal ini. Cobalah lihat keluarga yang didalamnya ada kurang pengertian, kurang percayaan, maupun kurang iman, maka keluarga tersebut akan sering gontok-gontokan. Secara khusus Allah membuat kehidupan penghuni rumah yang demikian tidak tenang dan setanlah teman mereka, yang menjadi petunjuk dan sebagai panutan. Naudzubillahi mindzalik, semoga ini tak terjadi pada keluarga kita.

BILA PEMICU DARI ISTRI
Perilaku istri seringkali pemancing bagi terjadinya perceraian. Seorang teman pernah curhat tentang istrinya bahwa seringkali ia ingin mengeluarkan kata cerai saat melihat “pembangkangan” istrinya. Ia tak kuat terus berada dalam “rongrongan” sang istri. Kadangkala sampai ia berpikir istrinya seorang pendurhaka dan orang yang membawa sial. Tentu sifat/sikap istri tersebut benar-benar telah menyakitinya. Membuatnya kecewa luar biasa. Dan perlu diketahui para wanita bahwasanya kebanyakan ikhwan (suami) lebih panjang dalam berpikir dan merasakan sesuatu. Kalau sampai ia berpikir seperti itu berarti memang istrinya yang sudah kebangetan. Secepatnya seorang istri mesti segera introspeksi diri. Jangan sampai berlarut yang pada akhirnya meledak. Sudah selayaknya setiap istri banyak introspeksi diri. Apa yang telah dilakukannya hari ini, dan apa yang telah diperbuatnya minggu ini, dan apa yang telah diperbuatnya bulan ini. Adakah yang membuat suaminya kecewa ? Hendaknya terus dicoba untuk dibangun komunikasi yang baik antar keduanya.
Istri semestinya bisa memulai untuk banyak bertanya pada suaminya, dan bersabar ketika menerima “kejujuran” suaminya. Karena kadangkala kejujuran suami membuat kita sakit hati. Namun percayalah kalau memang itu kekurangan atau sebuah salah bersegeralah kita meminta maaf kemudian memperbaikinya. Kemarahan/ kekecewaan suami biasanya mereda manakala melihat rona penyesalan yang tulus dari istri. Secara otomatis hatinya akan luluh dengan kesenduan kita karena tidak/belum memaafkannya. Tentu ini terjadi pada suami yang paham agama dan mengerti bagaimana wanita. Sepantasnyalah para istri sering merayu suaminya untuk mendapatkan ridha dan maaf atas kesalahannya.

BILA SUAMI PANGKAL MASALAHNYA
Tidak hanya istri, suamipun seringkali menjadi biang keladi dari ketidakhar-monisan keluarga. Ia yang memicu terjadinya kekecewaan istri yang sangat mendalam. Padahal istri telah berbuat semaksimal mungkin untuk membuat suaminya selalu bahagia. Dan istri butuh dihormati atas apa yang dilakukanya. Sehingga wajarlah bila pada akhirnya istri tak tahan ketika terus diperlakukan tak adil, tidak dihormati, atau tak disayangi oleh suaminya. Biasanya istri yang kecewa akan menumpahkan perasaannya dengan “membangkang” pada suaminya. Banyak membantah atau balas berperilaku serupa dengan suaminya.
Keadaan seperti ini tentu tidak baik bagi jalannya biduk rumah tangga. Oleh karena itu, selayaknya pula suamipun rajin untuk introspeksi diri. Karena bisa jadi istri membangkang karena awalnya dari kita. Sudahkah hari ini suami mengasihi istrinya, menyayanginya, bersikap lembut kepadanya, menghargainya dan membuatnya tertawa atau senang dengan kita. Seorang suami mestinya mampu membuat istri ingin selalu dekat di sampingnya. Karena hal tersebut merupakan cerminan kepuasan istri dari pada suaminya. Yakinlah ia akan semakin sayang bila kita sayangi dengan setulus hati. Sebaliknya pun demikian.
Kejelekan suami yang banyak terjadi dan menjadi pemicu ketidak-harmonisan rumah tangga adalah sikap yang sewenang-wenang terhadap istri atau tak bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagi seorang istri, kedua sifat tersebut cukup fatal bila dimiliki seorang suami. Bagi yang tak tahan, maka bisa dipastikan rumah tangga takkan bertahan. Wanita tak kuat dibuat terus menekan perasaan apalagi merekalah manusia yang sangat perasa. Sehingga ketika rasa tertekan dalam diri tak tertahankan, lontaran ceraipun akan terucap dari mulutnya. Lebih baik bercerai daripada harus hidup menderita dan dalam bayang-bayang suami yang bersifat egois dan temperamental.

SALING MENGERTI ( PENGERTIAN )
Namun, tentu seorang istri tidak mudah meminta cerai gara-gara kecewa dengan suaminya. Yang hendaknya dilakukan adalah mencoba untuk terus meng-komunikasikannya. Bangunlah pilar nasihat dalam keluarga. Biasakan untuk saling mengingatkan bila ada salah satu yang berbuat salah. Insya Allah kalau suami mengerti agama ia akan dengan senang hati dinasihati, apalagi dari istri tercinta demi kebaikan bersama.
Suatu keluarga yang baik akan selalu mengutamakan keharmonisan bukan sebaliknya. Disinilah baik suami maupun istri mesti selalu berkomitmen untuk terus bersama. Masalah takkan memisahkan keduanya kecuali maut yang menjemput. Apalagi cuma masalah karena dunia. Kebersamaan selamanya lebih penting dari sekedar materi dan dunia.
Mari kita bangun keluarga yang harmonis, yang bisa terus terbentuk kasih sayang dan cinta selamanya.

(Kepustakaan : Majalah Nikah Vol. 4 No. 5, Agustus 2005.)